Abdurrahman bin Auf merupakan penguasa harta dan bukan budak harta

Abdurrahman bin Auf adalah merupakan pemimpin yang bisa mengendalikan hartanya, bukan menjadi budak yag dikendalikan hartanya. Dia tidak mau celaka dengan hanya menyibukkan diri mengumpulkan harta. Ia mengumpulkan hartanya dengan cara yang halal. Kemudian dia tidak menikmati hartanya sendirian, tetapi dibagikan kepada keluarga dan kaum kerabat, serta saudara-saudaranya dan masyarakat.

Banyak sekali orang yang berkata, “seluruh penduduk Madinah berserikat dengan Abdurrahman bin Auf pada hartanya. Sepertiga dipinjamkannya kepada mereka, sepertiga lagi digunakan untuk membayar utang-utang mereka, dan sepertiga sisanya diberikan serta dibagi-bagikan kepada mereka.”

Ia selalu takut dan ragu jika harus menggunakan kekayaannya untuk tujuan lain, tetapi dia menggunakannya untuk membela agama dan membantu teman-temannya. Pada suatu hari dihidangkan kepadanya sejumlah makanan untuk berbuka, karena saat itu dia sedang berpuasa. Ketika pandangannya jatuh ke makanan tersebut, timbullah selera makannya, tetapi tiba-tiba beliau malah menangis.

Sambil bercucuran air mata dia berkata, “Mushab bin Umair telah gugur sebagai syahid. Ia orang yang jauh lebih baik dariku, tapi ia hanya mendapat kafan sehelai burdah. Jika ditutupkan ke kepalanya, maka kelihatan kakinya, dan jika ditutupkan kedua kakinya maka terbuka kepalanya. demikian pula Hamzah yang jauh lebih baik dariku, ia pun gugur sebagai syahid, dan disaat akan dikuburkan hanya terdapat baginya sehelai selendang. Telah dihamparkan bagi kami dunia seluas-luasnya dan telah diberikan pula kepada kami hasil sebanyak-banyaknya. Sungguh kami khawatir kalau-kalau telah didahulukan pahala kebaikan kami.”

Ketika para sahabat sedang berkumpul bersamanya menghadapi jamuan di rumahnya. Tak lama sesudah makanan diletakkan di hadapan mereka, ia pun menangis. Para sahabat bertanya, “Apa sebabnya anda menangis wahai Abu Muhammad?” Abdurrahman bin Auf menjawab, “Rasulullah saw telah wafat dan tak pernah beliau berikut ahli rumahnya makan roti gandum sampai kenyang. Apa harapan kita apabila dipanjangkan usia tetapi tidak menambah kebaikan bagi kita?”

Kekayaan Abdurrahman bin Auf yang melimpah tidak membuat dirinya sombong dan takabur. Bahkan banyak orang yang berkata, “Seandainya ada orang asing yang belum pernah mengenalnya, kebetulan melihatnya sedang duduk-duduk bersama pelayan-pelayannya, niscaya ia tak akan sanggup membedakan dari antara mereka! Tetapi bila orang asing itu mengenal satu segi saja dari perjuangan Abdurahman bin Auf dan jasa-jasanya, misalnya terdapat dua puluh bekas luka di badannya yang salah satunya meninggalkan cacat pincang yang tidak sembuh-sembuh pada salah satu kakinya, beberapa gigi seri yang rontok sehingga menyebabkan kecadelan yang jelas pada ucapan dan pembicaraannya, yang keduanya diakibatkan peran Uhud, di waktu itulah orang baru tersebut menyadari bahwa laki-laki yang berperawakan tinggi dengan air muka berseri dan kulit halus, pincang, serta cadel itulah Abdurrahman bin Auf.”

Updated: 03/03/2024 — 03:03