Abu Darda yang berjuang menegakkan islam

Pada masa khalifah Umar, beliau sempat akan mengangkat Abu Darda menjadi pejabat tinggi di Syam. Tetap Abu Darda menolaknya, sehingga membuat Umar marah. Lalu Abu Darda berkata, “Bilamana anda menghendaki saya pergi ke Syam, saya mau pergi untuk mengajarkan Al Qur’an dan sunnah Rasulullah kepada mereka, serta menegakkan salat bersama dengan mereka.”

Khalifah Umar senang mendengar rencana Abu Darda. Lalu Abu Darda berangkat ke Damsyik (Damaskus). Sesampainya disana, dilihatnya masyarakat kota telah mabuk kemewahan dan tenggelam dalam kenikmatan duniawi. Maka, dipanggilnya orang-orang ke masjid dan dia berpidato.

Abu Darda berkata, “Wahai penduduk Damsyik, kalian adalah saudaraku seagama, tetangga satu negeri, dan pembela dalam melawan musuh bersama. Wahai penduduk Damsyik, saya heran apakah yang menyebabkan kalian tidak menyenangi saya? Padahal saya tidak mengharapkan balas jasa dari kalian. Nasihatku berguna untuk kalian, sedangkan belanjaku bukan dari kalian. Saya tidak suka melihat ulama-ulama pergi meninggalkan kalian, sementara orang-orang tetap saja bodoh. Saya hanya mengharapkan kalian supaya melaksanakan segala perintah Allah dan menghentikan segala larangan-Nya.”

“Saya tidak suka melihat kalian mengumpulkan harta kekayaan banyak-banyak, tetapi tidak kalian pergunakan untuk kebaikan, kalian membangun gedung-gedung yang megah, tetapi tidak kalian tempati, atau kalian mencita-citakan sesuatu ayng tidak mungkin tercapai oleh kalian. Bangsa-bangsa sebelum kamu pernah mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dan bercita-cita setinggi-tingginya. Tetapi hanya sebentar, harta yang mereka tumpuk habis terkikis, cita-cita mereka hancur berantakan, dan bangunan-bangunan mewah yang mereka bangun roboh menjadi kuburan. Hai penduduk Damsyik1 inilah bangsa ‘Ad (kaum nabi Hud) yang telah memenuhi negeri (antara Aden dan Oman) dengan harta kekayaan dan anak-anak. Siapakah diantara kalian yang berani membeli dariku peninggalan kaum ‘Ad itu dengan harga dua dirham?”

Setelah mendengar pidato Abu Darda, banyak sekali orang yang menangis. Sejak hari itu, Abu Darda senantiasa mengunjungi majelis dan pergi ke pasar-pasar. Jika ada yang bertanya kepadanya, beliau menjawabnya. Jika bertemu dengan orang bodoh, maka diajarinya. Dan ketika melihat orang lalai, dia mengingatkannya.

Suatu ketika, Abu darda menemukan sekelompk orang yang tengan mengeroyok seorang laki-laki. Abu darda bertanya, “Apa yang telah terjadi?” mereka menjawab, “Orang ini jatuh ke dalam dosa besar.”

Abu Darda berkata, “Seandainya ia jatuh ke dalam sumur, tidakkah kalian berusaha mengeluarkannya dari sumur itu.?”

“tentu saja.” Jawab mereka

Abu Darda berkata, “Karena itu, janganlah kalian caci maki orang ini, dan jangan pula kalian pukuli. Tetapi berilah ia pengajaran dan sadarkan dirinya. Bersyukurlah kalian kepada Allah yang senantiasa memaafkan kalian dari dosanya.

“Apakah anda tidak membencinya? Tanya mereka

Abu Darda menjawab, “Sesungguhnya saya membenci perbuatannya. Apabila ia telah menghentikan perbuatannya yang berdosa itu, ia adalah saudara saya.”

Orang yang dipukuli itu menangis dan bertaubat dari kesalahannya.

Pada kesempatan lain, seorang pemuda mendatangi Abu Darda dan berkata, “Wahai sahabat Rasululah, ajarilah saya.”

Abu Darda menjawab, “Hai anakku, ingatlah kepada Allah di waktu kamu bahagia maka Allah akan mengingatmu di waktu kamu sengsara. Hai anakku, jadilah kamu pengajar atau menjadi pelajar atau menjadi pendengar. Dan janganlah kamu sekali-kali menjadi yang keempat (yaitu orang bodoh), karena yang keempat pasti celaka. Hai anakku, jadikanlah masjid menjadi tempat tinggalmu, karena aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Setiap masjid adalah tempat tinggal orang bertakwa. Allah swt menjanjikan bagi orang yang menjadikan masjid sebagai tempat tinggalnya, kesenangan, kelapangan rahmat, dan lewat di jalan yang diridhai Allah.”

Abu Darda pernah melihat sekelompok pemuda sedang duduk di pinggir jalan, mereka asyik ngobrol sambil melihat orang lalu lalang. Abu Darda berkata, “Hai anak-anakku, tempat yang paling baik bagi orang muslim ialah rumahnya. Disana kalian dapat memelihara diri dan pandangan. Jauhilah duduk di pinggir jalan dan pasar, karena hal itu hanya akan menghabiskan waktu dengan percuma.”

Ketika Abu Darda tinggal di Damsyik, gubernur Mu’awiyah bin Abu Sufyan melamar anak gadis Abu Darda, yaitu Darda, untuk putranya Yazid. Abu Darda menolak lamaran Mu’awiyah tersebut. beliau tidak mau mengawinkan anak gadisnya dengan Yazid. Darda justru dikawinkannya dengan seorang pemuda muslim biasa, karena Abu Darda menyukai akhlak dan pemuda tersebut.

Kemudian seseorang bertanya tentang sikapnya tersebut, maka dijawab oleh beliau, “Saya bebasa berbuat sesuatu untuk kemaslahatan Darda.” Kemudian beliau berkata lagi, “Bagaimana pendapat anda, apabila Darda telah berada di tengah-tengah inang pengasuh yang senantiasa siap sedia melayaninya, sedangkan ia berada dalam istana yang gemerlapan menyilaukan mata? Akan kemana jadinya agama Darda ketika itu?”

Updated: 03/03/2024 — 11:03