Pengertian Protein dan Penyakit Akibat Kekurangan Protein

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti “yang paling utama”) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus.

Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, misalnya protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem imun sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut (heterotrof).

Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu, protein merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Protein ditemukan oleh Jöns Jakob Berzelius pada tahun 1838.

Kekurangan Kalori Protein

Kekurangan kalori protein atau protein energy malnutrition (PEM) merupakan istilah umum yang dipakai untuk menjelaskan spektrum kesakitan akibat diet yang tidak memadai, yaitu kekurangan protein dan sering pula kekurangan energi.

Ada dua macam kekurangan kalori protein yang ekstrim, yaitu:

  • Kwashiorkor, yang disebabkan oleh defisiensi protein dalam diet.
  • Marasmus, yang disebabkan baik oleh defisiensi protein maupun energi di dalam diet.

Dalam prakteknya, gambaran klinis kwashiorkor dan marasmus biasanya saling bercampur dan sering disertai komplikasi defisiensi vitamin dan mineral lainnya, misalnya vitamin A dan zat besi.

Kwashiorkor

Keadaan ini timbul pada awal masa anak-anak dimana setelah pemberian ASI untuk jangka waktu yang lama, anak disapih dengan diet yang berdasarkan pada makanan pokok dari pati dengan kandungan protein yang rendah. Meskipun si anak dapat makan cukup untuk memenuhi kebutuhan energinya, jumlah ini tidak cukup mengandung protein.

Anak-anak yang dietnya kekurangan protein tidak mampu mensintesis protein tubuh yang baru dalam jumlah mencukupi. Hal ini mengakibatkan kelambatan pertumbuhan, peningkatan kerentanan terhadap infeksi dan kelambatan proses kesembuhan setelah menderita cedera serta infeksi. Penyesuaian fisiologis terhadap masukan protein yang rendah memang terjadi, tetapi setiap keadaan yang meningkatkan kebutuhan protein, yaitu keadaan cedera atau infeksi, dapat mencetuskan kwashiorkor yang berat. Gejala klinisnya ialah kelambatan pertumbuhan, edema, atrofi otot, pembesaran hati, perubahan pigmentasi pada kulit dan rambut.

Marasmus

Marasmus timbul apabila dietnya kekurangan energi dan protein. Terkadang keadaan ini disebut sebagai kelaparan anak-anak dan paling sering disebabkan oleh pemberian susu botol yang tidak benar. Susu yang diberikan dibuat terlalu encer sehingga memberikan diet yang tidak memadai. Gastroenteritis umumnya terjadi dan dapat mencetuskan marasmus dengan meningkatnya kehilangan nutrien lewat usus dan bertambahnya kebutuhan nutrien; kedaan ini sering diperburuk lagi oleh tindakan orangtua yang memuasakan anak dengan gastroenteritis.

Gambaran Klinis Marasmus

  • Atrofi otot
  • Menghilangnya lapisan lemak subkutan.
  • Kelambatan pertumbuhan

Kekurangan kalori protein (KKP) juga dapat terjadi pada orang dewasa, namun gangguan ini umumnya tidak begitu parah karena kebutuhan orang dewasa akan protein relatif lebih kecil. Marasmus mengakibatkan bentuk tubuh yang kecil dan berat badan yang rendah, prevalensi yang tinggi, umur harapan hidup yang lebih rendah dan berat badan lahir rendah pada bayi-bayi yang dilahirkan ibu yang menderita marasmus.