Latar Belakang Keluarnya Dekret Presiden 5 JuIl 1959 dan Pengaruhnya

Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang sekali. Dari mulai banyaknya sekali kerajaan-kerajaan Hindu, Islam, Budha. Kemudian masuk ke jaman kolonial atau penjajahan bangsa Asing, hingga diproklamasikannya Negara Indonesia pada 17 Agustus 1945. Setelah proklamasi, Indonesia mengalami pasang surut keidupan politik, termasuk diantaranya dikeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Apa yang dimaksud dengan Dekret Presiden 5 Juli 1959?

Dekret Presiden 5 Juli 1959 adalah dekret yang dikeluarkan oleh Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno pada 5 Juli 1959. Isi dekret ini adalah pembubaran Badan Konstituante hasil Pemilu 1955 dan penggantian undang-undang dasar dari UUD Sementara 1950 ke UUD 1945.

Latar belakang dikeluarkannya Dekret Presiden 5 Juli 1959

Dekret Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956. Namun pada kenyataannya sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD ’45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Ir. Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD ’45. Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara.

Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak maka pemungutan suara ini harus diulang, karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Kuorum adalah jumlah minimum anggota yang harus hadir di rapat, majelis, dan sebagainya (biasanya lebih dari separuh jumlah anggota) agar dapat mengesahkan suatu putusan. Pemungutan suara kembali dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959.

Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan, pada tanggal 3 Juni 1959 Konstituante mengadakan reses (masa perhentian sidang parlemen; masa istirahat dari kegiatan bersidang) yang kemudian ternyata untuk selama-lamanya. Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, maka Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Letnan Jenderal A.H. Nasution atas nama Pemerintah/Penguasa Perang Pusat (Peperpu), mengeluarkan peraturan No.Prt/Peperpu/040/1959 yang berisi larangan melakukan kegiatan-kegiatan politik. Pada tanggal 16 Juni 1959, Ketua Umum PNI Suwirjo mengirimkan surat kepada Presiden agar mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945 dan membubarkan Konstituante.

Dampak Dekret Presiden 5 Juli 1959

  1. Terbentuknya lembaga-lembaga baru yang sesuai dengan tuntutan UUD 1945, misalnya MPRS dan DPAS.
  2. Bangsa Indonesia terhindar dari konflik yang berkepanjangan yang sangat membahayakan persatuan dan kesatuan.
  3. Kekuatan militer semakin aktif dan memegang peranan penting dalam percaturan politik di Indonesia.
  4. Presiden Soekarno menerapkan Demokrasi Terpimpin.
  5. Memberi kemantapan kekuasaan yang besar kepada presiden, MPR, maupun lembaga tinggi negara lainnya.