Pengertian dan Contoh Tari Tunggal

Tari merupakan salah satu dari banyak sekali karya seni. Tari atau dikatakan senia tari ada yang tradisional dan ada yang modern.

Indonesia merupakan negara yang kaya akan seni budaya, khususnya seni tari. Hampir tiap daerah mempunyai seni tari khasnya masing-masing.

Pengertian tari tunggal

Tari tunggal adalah sebuah tari yang disajikan atau dibawakan oleh satu orang penari,baik penari laki-laki ataupun perempuan.

Tari tunggal nusantara merupakan tari yang berasal dari daerah-daerah yang telah berkembang dan banyak dipelajari dan dipentaskan sehingga tari tersebut tidak saja menjadi cirri daerah, namun telah diakui menjadi cirri nasional.

Contoh tari tunggal

Banyak sekali contoh tari-tari tunggal yang ada di nusantara, beberapa diantaranya akan disajikan berikut ini:

Tari Trunajaya

termasuk tari putra keras yang biasanya ditarikan oleh penari putri. Tari ini semula ciptaan Pan Wandres dalam bentuk kebyar Legong dan kemudian disempurnakan oleh I Gde Manik.

Kebyar Terompong / Kebyar Duduk

merupakan suatu tarian yang memadukan unsur tari dan gemelan, dimana penari menari mengikuti irama gamelan sambil memainkan alat musik Gamelan yang disebut “Terompong”. Tarian ini merupakan tarian tunggal ciptaan I Mary0 dari Tabanan pada tahun 1925.

Margapati (marga = binatang, pati = raja)

adalah sebuah tarian yang melukiskan gerak-gerak seekor raja hutan (singa) yang sedang berkelana di tengah hutan untuk memburu mangsanya. Tarian ini termasuk Tari Putra Keras dan merupakan ciptaan oleh I Nyoman Kaler pada tahun 1942.

Tari Wiranata

ini melukiskan gerak-gerik yang gagah perkasa dari seorang raja. Tari ini akan bisa mencapai sukses apabila penarinya manpu memainkan matanya dengan baik. Tari ini biasanya dibawakan oleh seorang wanita, dan diciptakan oleh I Nyoman Ridet pada tahun 1960an.

Topeng Sidakarya

adalah bagian dari pementasan tari topeng yang mengiringi sebuah upacara besar di Bali. Topeng Sidakarya dianggap sebagai pelengkap upacara-upacara tersebut. Topeng ini tampil sebagai pamungkas tari persembahan (wewalen) sebelum acara pemujaan bersama yang dipimpin oleh Sulinggih dilakukan.

Pementasan Topeng Sidakarya ini bermula dari sebuah peristiwa menarik yang terjadi saat masyarakat Bali menggelar upacara besar di Pura Besakih pada zaman kekuasan Raja Dalem Waturenggong sekitar abad XV. Saat itu, datang seseorang dari Keling, mencari penanggungjawab upacara (Manggala Karya) tersebut yang tak bukan adalah sahabatnya.

Karena rupa dan penampilannya yang buruk, saat menanyakan keberadaan sang Sahabat, tamu Keling tersebut diusir oleh oarng-orang Besakih agar tak “mengotori” proses upacara. Tamu Keling itu murka dan melontarkan kutukan agar upacara tidak berjalan sukses. Upacara besar itu pun gagal. Sejak saat itu, untuk kesuksesan penyelenggaraan ritual, pada setiap upacara besar di Bali, Dalem Sidakarya selalu dihadirkan dalam pementasan tari topeng. Atau, kehadirannya digantikan dengan tirta (air suci) yang diambil dari Pura Dalem Sidakarya yang terletak di Denpasar Selatan.