Peninggalan Kerajaan Sriwijaya

Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang utama adalah Prasasti Talang Tuwo. Residen Palembang, yaitu Louis Constant Westenenk menemukan prasasti pada 17 November 1920. Prasasti ini ditemukan di kaki Bukit Seguntang di sekitar tepian utara Sungai Musi. Isi dari prasasti ini berisi doa-doa dedikasi dan menunjukkan berkembangnya agama Buddha di Sriwijaya. Aliran yang digunakan di Sriwijaya adalah aliran Mahayana yang dibuktikan dengan kata-kata dari Buddha Mahayana seperti bodhicitta, vajrasarira, dan lain-lain.. Selain itu peran penting Prasasti Telaga Batu. Prasasti ini ditemukan di sekitar kolam Telaga Biru, Kelurahan 3 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II, Palembang. Isi dari prasasti ini adalah mengenai kutukan bagi mereka yang berbuat jahat di Sriwijaya. Keberadaan prasasti ini sama seperti prasasti Kedukan Bukit, yaitu disimpan di Museum Nasional Indonesia. . Berikutnya yang tidak kalah penting Peninggalan Kerajaan Sriwijaya adalah Prasasti Kota Kapur. Prasasti Kota Kapur merupakan prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya yang berada di bagian Barat Pulau Bangka. Bahasa yang ditulis pada prasasti ini menggunakan bahasa Melayu Kuno serta menggunakan aksara Pallawa. Prasasti ini ditemukan sekitar tahun 1892 bulan Desember. Orang yang berhasil menemukan prasasti ini adalah J.K. van der Meulen. Prasasti ini berisi tentang kutukan bagi siapa saja yang membantah perintah serta kekuasaan kerajaan akan terkena kutukan. adalah fungsi penting berikutnya. Peninggalan Kerajaan Sriwijaya selanjutnya Prasasti Ligor. Prasasti yang ditemukan di Thailand Selatan ini memiliki dua sisi, yaitu sisi A dan sisi B. Pada sisi A menjelaskan tentang gagahnya raja Sriwijaya. Dalam prasasti tersebut ditulis bahwa raja Sriwijaya merupakan raja dari segala raja dunia yang sudah mendirikan Trisamaya Caiya bagi Kajara. . Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang mungkin manfaat tidak anda sadari Prasasti Kedukan Bukit. Seseorang bernama Batenburg menemukan sebuah batu tulis yang berada di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir pada 29 November 1920 Masehi. Ukuran dari prasasti ini adalah sekitar 45 x 80 centimeter serta ditulis menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Melayu Kuno. Prasasti ini berisi tentang seorang utusan kerajaan yang bernama Dapunta Hyang yang melakukan perjalanan suci atau sidhayarta dengan menggunakan perahu. Dengan diiringi 2000 pasukan, perjalanannya membuahkan hasil. Saat ini, prasasti Kedukan Bukit disimpan di Museum Nasional Indonesia.