Penyebab Perang Bali (sampai Tahun 1909)

Perang Bali I merupakan ekspedisi yang dilancarkan oleh Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger ke Bali pada tahun 1846.

Perang Bali  sering juga disebut sebagai perang Jagaraga karena pusat pertahanan kerajaaan  yang terletak di Jagaraga, atau perang puputan karena dilakukannya peristiwa bunuh diri massal pada saat perang oleh pasukan kerajaan Bali daripada harus menyerah kepada musuh mereka yakni pasukan Belanda. Perang Bali merupakan peristiwa perang yang terjadi antara kerajaan – kerajaan yang berkuasa di pulau Bali dengan penjajah kolonial Belanda. Perang Bali dibagi menjadi dua bagian yakni Perang Bali I dan Perang Bali II.

Latar belakang perang Bali

Bali adalah salah satu pulau di Kepulauan Sunda yang berada di timur Jawa; jarak bentang pulau ini 105 mil geografis dan berpenduduk 700.000 jiwa. Cornelis de Houtman pernah mendatangi pulau itu dan diterima baik namun dalam perkembangannya kesepahaman kurang terjalin; pada tahun 1841 dan 1843 sebuah persetujuan diputuskan antara kerajaan setempat dan pemerintah Hindia Belanda tetapi penduduk Bali segera menunjukkan permusuhan. Khususnya Raja Buleleng berkali-kali melanggar perjanjian. Pemerintah Hindia Belanda mempermasalahkan tradisi Tawan Karang Bali, dan menjadikannya alasan untuk menyerang dan menghukum Bali. Tawan Karang adalah tradisi Bali, bahwa kapal beserta isinya yang karam dan terdampar di pesisir Bali adalah hak milik raja setempat. Pemerintah Hindia Belanda menganggap tradisi ini tidak dapat diterima dalam hukum internasional, dan tidak dapat membiarkannya karena daerah lain juga akan menunjukkan tanda-tanda perlawanan.

Perang Bali I

Perang Bali yang dikenal dengan perang Bali I pada 27 April Tahun 1848 setelah sebelumnya Belanda mengirim utusan ke Buleleng pada Maret 1848. Belanda kemudian mengirimkan armada mereka yang kedua pada 6 Juni 1848. Armada Belanda tersebut berlabuh di pantai Sangsit. Armada Belanda tersebut berkekuatan 22 kapal perang, dimana masing – masing kapal perang dipersenjatai dengan persenjataan berat berupa Meriam dan persenjataan ringan lainnya. Setelah pendaratan di pantai Sangsit, pada 8 Juni 1848, pasukan Belanda yang terbagi atas 4 divisi melakukan penyerbuan  di Desa Bungkulan dan sekitarnya dengan dukungan Meriam kapal perang Belanda. Sehari kemudian, pada tanggal 9 Juni 1848, Desa Bungkulan sudah dikuasai oleh Mayor Sorg. Penyerbuan kemudian dilanjutkan ke pusat pertahanan Patih Jelantik di Desa Jagaraga. Namun penyerbuan Belanda ini gagal hingga pasukan Belanda harus mundur kembali ke pantai Sangsit lalu menuju kapal perang yang berlabuh di pantai. Akhirnya pada tanggal 20 Juni 1848, seluruh armada Belanda kembali ke Jawa sebagai bentuk kekalahan mereka.

Perang Bali II

Perang Bali II ditandai dengan berlabuhnya kembali armada Belanda di pantai Sangsit pada tanggal 14 April 1849. Lalu pada 15 April 1849 Patih Jelantik berunding dengan Jenderal  Andreas Victor Michiels. Perundingan itupun gagal yang berujung pada pertempuran  di benteng kerajaan Buleleng yakni Jagaraga hingga sehari kemudian. Pertempuran itu berakhir dengan jatuhya benteng Jagaraga dari kerajaan Buleleng ke tangan Belanda di bawah pimpinan Letnan Kolonel C.A. de Brauw disertai dengan jatuhnya korban banyak di pihak pasukan kerajaan Buleleng. Jatuhnya kerajaan Buleleng membuat Belanda menguasai Bali bagian Utara. Setelah penguasaan atas Buleleng, Belanda kemudian menyerang kerajaan – kerajaan yang berkuasa di Bali hingga akhirnya seluruh kerajaan di Bali tunduk kepada Belanda pada Tahun 1909.

Updated: 14/05/2023 — 22:06