Pengertian Multikulturalisme
Secara sederhana multikulturalisme berarti “keberagaman budaya”. Istilah multikultural ini sering digunakan untuk menggambarkan tentang kondisi masyarakat yang terdiri dari keberagaman agama, ras, bahasa, dan budaya yang berbeda. Selanjutnya dalam khasanah keilmuan, istilah multikultural ini dibedakan ke dalam beberapa ekspresi yang lebih sederhana, seperti pluralitas (plurality) mengandaikan adanya “hal-hal yang lebih dari satu (many)”, keragaman (diversity) menunjukkan bahwa keberadaan yang “lebih dari satu” itu berbeda-beda, heterogen, dan bahkan tidak dapat disamakan, dan multikultural (multicultural) itu sendiri.
Secara epistmologis, multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran/paham). Secara hakiki, dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing yang unik. Dengan demikian, setiap individu merasa dihargai sekaligus merasa bertanggung jawab untuk hidup bersama komunitasnya. Pengingkaran suatu masyarakat terhadap kebutuhan untuk diakui merupakan akar dari segala ketimpangan dalam berbagai bidang kehidupan.
Pengertian multikulturalisme mengandung dua pengertian yang sangat kompleks, yaitu “multi” yang berati jamak atau plural, dan “kulural” yang berarti kultur atau budaya. Istilah plural mengandung arti yang berjenis-jenis, karena pluralisme bukan sekedar pengakuan akan adanya hal yang berjenis-jenis tetapi pengakuan tersebut memiliki implikasi politis, sosial, ekonomi dan budaya. Dalam pengertian tradisonal tentang multikulturalisme memiliki dua ciri utama; pertama, kebutuhan terhadap pengakuan (the need of recognition). Kedua, legitimasi keragaman budaya atau pluralisme budaya. Dalam gelombang pertama multikulturalisme yang esensi terhadap perjuangan kelakuan budaya yang berbeda (the other).
Dikutip dari situs Wikipedia, Menurut J.S Furnivall, Masyarakat majemuk yang suatu masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain dalam satu kesatuan politik.
Sedangkan menurut J. Nasikun, Masyarakat majemuk sejauh masyarakat tersebut secara structural memilki sub-subkebudayaan yang bersifat diverse yang ditandai oleh kurang berkembangnya system nilai yang disepakati oleh seluruh anggota masyarakat dan juga system nilai dari kesatuan-kedsatuan social serta sering munculnya konflik-konflik sosial.
Pembagian masyarakat multikultural:
Multikulturalisme isolasionis
Mengacu pada masyarakat dimana berbagai kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang hanya minimal satu sama lain.
Multikulturalisme akomodatif
Yaitu masyarakat yang memiliki kultur dominan yang membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultur kaum minoritas. Masyarakat ini merumuskan dan menerapkan undang-undang, hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, dan memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan meraka. Begitupun sebaliknya, kaum minoritas tidak menantang kultur dominan. Multikulturalisme ini diterapkan di beberapa negara Eropa.
Multikulturalisme otonomis
Masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kutural utama berusaha mewujudkan kesetaraan dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif bisa diterima. Perhatian pokok-pokok kultural ini adalah untuk mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan; mereka menantang kelompok dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat dimana semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar.
Multikulturalisme kritikal atau interaktif
Yakni masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kultural tidak terlalu terfokus dengan kehidupan kultural otonom; tetapi lebih membentuk penciptaan kolektif yang mencerminkan dan menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka.
Multikulturalisme kosmopolitan
Berusaha menghapus batas-batas kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat di mana setiap individu tidak lagi terikat kepada budaya tertentu dan, sebaliknya, secara bebas terlibat dalam percobaan-percobaan interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing.