senyawa koordinasi dibentuk dari reaksi antara asam Lewis (atom atau ion pusat) dengan basa Lewis (ligan) melalui ikatan kovalen koordinasi antara keduanya. Di dalam senyawa koordinasi atau senyawa kompleks atom atau ion pusat memiliki bilangan koordinasi tertentu. Geometri senyawa koordinasi dengan bilangan koordinasi 2, 3, 4 dan 6 diberikan pada table di bawah ini.
Berdasarkan Teori Ikatan Valensi, geometri dari senyawa kompleks berhubungan erat dengan geometri orbital-orbital dari atom-atom atau ion pusat yang digunakan dalam pembentukan ikatan. Apabila diperhatikan contoh-contoh pada tabel di atas, tampak bahwa geometri senyawa atau ion kompleks tersebut tidak ada yang menyerupai geometri 3 orbital p, atau geometri 5 orbital d. dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam pembentukan ikatan kovalen koordinasi atom atau ion pusat menggunakan orbital-orbital hibrida yang dibentuk melalui proses hibridisasi.
Hibridisasi adalah proses pembentukan orbital-orbital hibrida dengan tingkat energi yang sama dari orbital-orbital atom yang jenis dan tingkat energinya berbeda. Jumlah orbital hibrida yang terbentuk adalah sama dengan jumlah orbital atom-atom yang terlibat dalam hibridisasi. Di bawah ini diberikan beberapa contoh hibridisasi orbital-orbital atom atau ion pusat beserta geometri orbital-orbital hibrida yang diperoleh
Dalam menjelaskan pembentukan ikatan pada senyawa kompleks, orbital-orbital hibrida dari atom atau ion pusat digambarkan dengan kotak, lingkaran atau garis. Gambar orbital yang berupa kotak digunakan dalam modul ini. Berikut diberikan contoh-contoh pembentukan ikatan pada senyawa kompleks dengan bilangan koordinasi 2 sampai 6.
Contoh 2. senyawa kompleks [AgBr(PPh3)2
Contoh 3. Ion kompleks [NiCl4]2-
Contoh 4. ion kompleks [CoF6]3-
Contoh 5. ion kompleks [CoF6]3-
Kompleks [Co(NH3)6]3+ bersifat diamagnetik karena semua elektron yang ada sudah berpasangan.
Pada proses hibridisasi ion kompleks [CoF6]3- menggunakan 2 orbital 4d sedangkan ion kompleks [Co(NH3)6]3+ menggunakan 2 orbital 3d. Karena orbital 4d letaknya di luar dari orbital 3d maka kompleks [CoF6]3- disebut kompleks dengan orbital luar (outer orbital complex) sedangkan komleks [Co(NH3)6]3+ disebut kompleks dengan orbital dalam (inner orbital complex).
Pertanyaan yang sering muncul adalah: “Kapan elektron-elektron yang ada pada orbital dion pusat dipasangkan dan kapan tidak dipasangkan?” dalam hal ini dipasangkan atau tidaknya elektron-elektron tersebut adalah tergantung pada fakta eksperimen yang ada. Apabila dari eksperimen diperoleh bahwa suatu senyawa atau ion kompleks bersifat diamagnetik maka atom atau ion pusat yang ada: (1) memiliki orbital d atau orbital lain telah terisi penuh atau (2) memiliki orbital d atau orbital lain yang belum terisi penuh tetapi semua elektron yang ada dalam keadaan berpasangan. Pada kasus nomor 2 dalam menjelaskan pembentukan ikatan kovalen koordinasi antara ligan dengan atom atau ion pusat dilibatkan tahap eksitasi. Eksitasi ini cenderung terjadi apabila ligan yang ada merupakan ligan kuat seperti CN–, akan tetapi faktor yang mempengaruhi eksitasi tidak hanya jenis ligan. Banyak faktor lain yang berpengaruh diantaranya adalah jumlah ligan, jenis ion atau atom pusat dan geometri kompleks yang ada.
Pertanyaan lain yang muncul adalah: “apakah dengan terjadinya eksitasi akan selalu dihasilkan kompleks yang bersifat diamagnetik?” Dalam hal ini tidak selalu kompleks yang terjadi bersifat diamagnetik. Apabila jumlah elektron pada orbital d atom atau ion pusat yang ada adalah 3, 4, 5 atau 7 maka meskipun terjadi eksitasi kompleks yang terbentuk tetap bersifat paramagnetik seperti contoh berikut.
Contoh 7 : ion kompleks [Fe(NH3)6]3+
Konfigurasi elektron dari :
Pada ion [Fe(NH3)6]3+ terdapat sebuah elektron yang tidak berpasangan pada orbital d ion pusat sehingga kompleks tersebut bersifat paramagnetik.
Sampai sekitar tahun 1943 yang lalu teori ikatan valensi merupakan satu-satunya teori yang digunakan oleh para pakar kimia anorganik dalam menerangkan geometri dan kemagnitan senyawa kompleks meskipun demikian teori ini memiliki kelemahan, yaitu:
- Tidak dapat menjelaskan gejala perubahan kemagnetan senyawa kompleks karena perubahan temperatur.
- Tidak dapat menjelaskan warna atau spektra senyawa kompleks
- Tidak dapat menjelaskan kestabilan senyawa kompleks
Adanya kelemahan dari teori ikatan valensi memungkinkan digunakannya teori lain yang dapat menjelaskan ketiga fakta di atas. Salah satu teori tersebut adalah teori medan magnet kristal (crystal Field Theory).