Agama islam mengatur tentang tata cara atau adab dalam menghidangkan makanan kepada tamu. Menurut Ja’far al Shidiq, bahwa kita duduk bersama dengan tamu dalam suatu perjamuan, maka duduklah berlama-lama, karena selama waktu itu umurmu tidak diperhitungkan. Para malaikat selalu berdoa kepada Allah untuk tuan rumah dan tamu selama jamuan belum diangkat dari mereka.
Rasulullah saw bersabda, “Ketika saudara-saudara muslimmu mengangkat tangannya setelah mereka selesai makan jamuan, maka orang yang memakan sisa makanannya tidak akan dihisab (dosanya).”
Dalam hadis lain juga dikatakan, “Tidak ada hisab bagi seorang hamba yang menjamu seorang muslim (tamu)nya, lalu makan bersama tamunya itu.”
Dalam hadis lain juga dikatakan bahwa ada 3 makanan yang tidak akan dihisab, yaitu makanan yang dimakan waktu shahur, makanan yang dimakan waktu berbuka puasa, dan makanan yang dimakan bersama saudara atau sahabatnya (tamunya).
Menurut Imam Ghazali, adab dalam menghidangkan jamuan makan adalah sebagai berikut:
Menyuguhkan makanan dengan segera bagi tamu
Hal ini merupakan ini merupakan salah satu cara dalam memuliakan tamu. Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir (kiamat), maka hendaknya ia memuliakan tamunya.”
Allah berfirman dalam surat Al Dzariyat ayat 54, “Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita mengenai para tamu Ibrahim yang dimuliakan?”
Nabi Ibrahim memuliakan tamunya dengan caram emnyuguhkan makanan dengan segera kepada mereka dan tidak menunda-nundanya.
Menurut Hatim bin Asham, terburu-buru itu adalah perbuatan setan, kecuali dalam 5 hal, dan kelimanya merupakan sunnah Nabi Muhammad, yaitu: Bersegera menyuguhkan makanan kepada tamu, menguburkan jenazah, mengawinkan anak perempuan, membayar hutang dan bertobat kepada Allah atas segala dosa.
Bila ada, maka yang pertama disuguhkan kepada tamu adalah buah atau jus buah
Al Qur’an menyuruh kita mendahulukan makan buah-buahan, oleh karena itu kita dianjurkan untuk menyukai buah, karena buah sangat baik untuk kesehatan.
Setelah menyuguhkan makanan (daging), maka suguhkanlah makanan yang manis
Memuliakan tamu dengan menyuguhkan daging diperintahkan Al Qur’an, hal ini seperti kisah Nabi Ibrahim. Jadi menyuguhkan daging merupakan tanda menghormati tamu.
Allah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 57, “Dan kami telah turunkan kepadamu al Manna dan al Salwa.”
Al Manna adalah cairan manis seperti madu dan al Salwa adalah daging atau segala jenis daging yang halal.
Menyuguhkan makanan yang terbaik terlebih dahulu
Hal ini dimaksudkan agar tamu dapat memakannya dengan puas. Para ulama biasa menyuguhkan kepada para tamu semua jenis makanan, agar para tamu bisa memakan makanan yang disukainya.
Janganlah mengangkat sisa hidangan makanan dari tempatnya, sehingga para tamu selesai makan, hingga mereka benar-benar puas. Makanan yang dihidangkan hendaklah mencukupi, karena jika kurang maka akan terasa kurang pula kehormatan dirinya dalam memuliakan tamu. Tetapi jangan berlebih-lebihan, karena itu termasuk mengada-ada dan termasuk perbuatan orang riya.
Menu makanan harus dihidangkan kepada setiap tamu
Hal ini dimaksudkan agar setiap tamu bisa mengetahui jenis makanan yang akan dimakannya, dan dapat merasakan dengan puas.