Inilah penyebab runtuhnya kerajaan majapahit

Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Raja Hayam Wuruk naik takhta pada usia 16 tahun dengan gelar Rajasanegara. Dalam menjalankan pemerintahan, ia didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada. Didalam Kitab Negarakertagama disebutkan pada jaman pemerintahan Raja Hayam Wuruk adalah masa kejayaan dari Kerajaan Majapahit yang memiliki luas wilayah hamper sama dengan luas Indonesia.

Pada waktu pelantikan Mahapatih Gajah Mada mengucapkan sumpah yang terkenal dengan nama Sumpah Palapa, berisi tekadnya untuk mempersatukan Nusantara di bawah naungan Majapahit yang didampingi oleh Adityawarman dan Pu Nala.

Mahapatih Gajah Mada mengawali langkahnya dengan menaklukkan Bali dibantu Adityawarman. Setelah menguasai Bali, Gajah Mada memperluas langkahnya untuk menaklukkan Kalimantan, Nusa Tenggara, dan beberapa wilayah di Semenanjung Malaka. Usaha Gajah Mada untuk mewujudkan gagasan Nusantara banyak mendapat kesulitan. Di antaranya adalah Peristiwa Bubat yang memaksanya menggunakan jalan kekerasan untuk menyelesaikannya.

Mahapatih Gajah Mada meninggal pada tahun 1364. Sepeninggalnya, Raja Hayam Wuruk tidak menemukan pengganti  yang sepadan dengan Mahapatih Gajah Mada, akibatnya kondisi Kerajaan Majapahit lambat laun mengalami kemunduran.

Kerajaan Majapahit

Kerajaan Majapahit

Keruntuhan Majapahit disebabkan oleh berbagai faktor, faktor yang paling utama yaitu faktor politik. Gejala ini ditandai oleh adanya kenyataan bahwa pasca kekuasaan Raja Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada, tidak ada lagi orang kuat yang memerintah Majapahit, sehingga legitimasi kekuasaan raja-raja Majapahit amat lemah. Akibatnya, terjadi perang saudara, misalnya perang Paregreg yang melibatkan elite politik kerajaan. Kejadian ini terjadi karena konflik yang hebat dikalangan keluarga raja, sehingga Majapahit gagal mengisi posisi raja secara definitif.

Perang saudara yang berlarut-larut mengakibatkan Majapahit sangat lemah, sehingga gagal mengontrol wilayah kekuasaannya. Daerah kekuasaan Majapahit, terutama di daerah pesisir utara Jawa, misalnya Tuban, Demak, Gresik, Jepara, Rembang, dan Surabaya melepaskan diri. Para adipati penguasa kota pelabuhan yang semula beragama Hindu-Budha, beralih ke agama Islam. Kemunculan penguasa Bandar yang Islami terjadi karena bentukan pedagang kaya atau hasil perebutan kekuasaan dari tangan penguasa local yang beragama Hinddu-Budha.

Berdasarkan Serat Babad Tanah Jawi, Serat Kanda, dan Serat Darmagandul dan kajian Muljana, diketahui bahwa adipati Demak yaitu Raden Patah (Jim Bun) bawahan Majapahit, termasuk daerah pelabuhan yang tidak memerdekakan dirinya, tetapi juga menyerang Majapahit pada tahun 1478. Kertabhumi raja Majapahit terakhir adalah ayah Raden Patah. Raden Patah menggunakan Demak sebagai basis kekuatannya. Demak berkembang lebih kuat daripada Majapahit, karena didukung oleh kota-kota pelabuhan di utara Jawa. Kerajaan Demak kemudian meyerang Majapahit dengan menerapkan strategi menggerogoti Majapahit dari dalam. Akibatnya, Majapahit mengalami keruntuhan akibat dari kekosongan pemimpin dan pemberontakan dari Kerajaan Demak.

Berbeda dengan B.H.M. Vleke, H. Djafar mengemukakan bahwa pasca kekuasaan Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada, Majapahit mengalami kemunduruan, karena adanya perebutan kekuasaan antar keluarga raja yang sangat hebat. Akibatnya, Majapahit mengalami kekosongan penguasa. Puncak perebutan kekuasaan terjadi pada 1478, yakni Bhre Kerabhumi diserang oleh Girindrawardhana Dyah Ranawijaya yang membalas dendam atas Bhre Kertabhumi yang merampas harta ayah dari Girindrawardhana Dyah Ranawijaya. H. Djafar membantah bahwa keruntuhan Majapahit disebabkan serangan dari Demak. Majapahit runtuh karena konflikinternal yang berujung pada perebutan tahta.

Meski banyak dari versi dari para ahli yang mengemukakan tentang keruntuhan Majapahit, salah satu teori tidak dapat dipastikan paling benar sebab didalam bukti-bukti sejarah tidak ditemukan kepastian runtuhnya Kerajaan Majapahit, tetapi dengan bukti tersebut dapat memberi pandangan mungkin seperti itu gambaran keruntuhan Kerajaan Majapahit.

Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan yang dibangun oleh Raden Wijaya. Dari berbagai teori, disimpulkan bahwa keruntuhan Majapahit terbagi menjadi dua macam, antara lain :

Yang pertama, Keruntuhan Majapahit disebabkan oleh tidak adanya pengganti yang tepat untuk menggantikan Raja Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada, yang kemudian berimbas kepada konflik perebutan tahta antara Bhre Kertabhumi dengan Girindrawardhana Dyah Ranawijaya. Sehingga, Majapahit porak poranda akibat pengelolaan yang buruk dan konflik keluarga raja dan kemudian runtuh.

Yang kedua, Keruntuhan Majapahit disebabkan oleh serangan dari Kerajaan Demak yang dipimpin oleh Raden Patah. Kerajaan Demak menganut agama Islam. Hal ini membuktikan bahwa Islam berpengaruh dalam keruntuhan Majapahit. Islam berkembang di Jawa melalui perdagangan antar Negara yang dibawa oleh pedagang Arab dan India (Gujarat). Islam berkembang sangat pesat di pelabuhan pesisir utara Jawa yang menjadi kota dagang dan kemudian muncul sebuah komunitas Islam.

Selain pedagang, Islam juga disebarkan oleh ulama atau wali. Wali yang berperan dalam pengislamisasian Jawa terutama daerah pedalaman adalah Wali Sanga. Dalam penyebaran Islam yang dilakukan oleh Wali Sanga sangat cepat berkembang luas karena dalam penyebarannya menggunakan kebudayaan Hindu-Budha. Salah satunya yaitu penggunaan seni music gamelan dan wayang yang dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat awam. Selain dengan kesenian, Wali Sanga juga mendirikan pesantren  yang pada awalnya pesantren adalah kebudayaan Hindu-Budha, pesantren digunakan sebagai sarana berdakwah menyebarkan agama Islam sekaligus menjadi sarana pendidikan.

Perkembangan Islam yang sangat pesat membuat Demak ingin melepaskan diri dari Majapahit dan mendirikan kerajaan Islam pertama di Jawa, kemudian Kerajaan Demak yang dipimpin oleh Raden Patah menyerang Kerajaan Majapahit dan mengakibatkan runtuhnya Kerajaan Majapahit.

Updated: 08/03/2024 — 11:03