Syariat islam menganjurkan kepada umatnya agar selalu makan bersama (berjamaa), karena akan terasa nikmat dan mempererat tali kasih sayang. Bahkan Nabi Ibrahim selalu mencari orang agar bisa makan bersamanya. Dia sampai mencari-cari orang ke tempat yang jauh untuk diajak makan secara berjamaah (bersama-sama). Sehingga akhirnya Nabi Ibrahim mendapatkan tempat yang layak di sisi Allah, dan makamnya selalu dikunjungi oleh ribuan bahkan jutaan orang.
Firman Allah dalam surat An Nuur ayat 61, “Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian.”
Menurut Al Qurthubi, beliau menafsirkan ayat diatas sebagai berikut, “Ayat ini turun berkenaan dengan Bani Laits bin Bakr yang merupakan keturunan Bani Kinanah. Ada salah seorang dari mereka yang tidak mau makan sendirian. Beberapa waktu lamanya dia menahan lapar, sampai ada orang yang mau diajak makan bersama.”
Ibnu Athiyyah mengatakan bahwa makan dengan bersama merupakan tradisi Arab yang sudah berjalan turun temurun dari Nabi Ibrahim. Beliau tidak mau makan sendirian, begitu pula dengan orang Arab yang tidak mau makan kecuali bersama tamunya.
Makan bersama (berjamaah) lebih utama daripada makan sendirian, dan termasuk perilaku yang terpuji. Rasulullah saw bersabda, “Hampir saja banyak orang mengerumuni kalian seperti orang-orang yang hendak makan mengerumuni sebuah piring besar.”
Hadis tersebut menjelaskan mengenai kebiasaan orang Arab yang makan bersama dari satu piring. Ini merupakan cara makan yang diajarkan Nabi Muhammad saw.
Nafi’ mengatakan, “Ibnu Umar memiliki kebiasaan tidak memakan kecuali bersama orang miskin. Suatu ketika aku mengajak seseorang untuk menemani beliau makan. Ternyata orang tersebut makan dalam porsi yang besar. Sesudah itu Ibnu Umar mengatakan, ‘Wahai Nafi’ janganlah kau ajak orang ini untuk menemani aku makan, karena aku mendengar Nabi Muhammad bersabda, ‘Orang beriman itu makan dengan menggunakan satu lambung, sedangkan orang kafir makan dengan menggunakan tujuh lambung.”