Negara Indonesia sejak jaman dahulu telah mengalami perjuangan politik dan diplomasi yang panjang dan luar biasa. Bahkan sejak Proklamasi Kemerdekaan, konflik dan permasalahan selalu timbul, baik itu yang datang dari dalam negeri hingga luar negeri. Di bawah ini adalah sejarah singkat mengenai proses kembalinya Republik Indonesia menjadi Negara Kesatuan.
Negara-negara Boneka Bentukan Belanda
Berbagai macam cara telah dilakukan Belanda untuk menanamkan kekuasaan kembali di Indonesia. Cara yang dilakukan di antaranya dengan membonceng pasukan sekutu Inggris dan juga melalui pembentukan negara-negara bagian dalam wilayah Republik Indonesia.
Pembentukan negara-negara boneka yang dilakukan oleh Belanda di wilayah Indonesia bertujuan untuk mengepung kedudukan pemerintahan Republik Indonesia atau mempersempit wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Terlebih lagi pada setiap penyelesaian persengkataan antara Indonesia dengan Belanda sering tidak tercapai kata sepakat tentang wilayah Republik Indonesia.
Pemerintah Indonesia selalu menuntut wilayah Indonesia adalah wilayah bekas jajahan Hindia Belanda, yaitu dari Sabang sampai Merauke. Akan tetapi, wilayah Republik Indonesia yang diakui Belanda adalah Jawa dan Sumatera. Sementara di daerah-daerah tersebut juga telah berdiri negara-negara boneka atau satuan-satuan kenegaraan yang berada dibawah pengawasan pemerintah Belanda.
Melalui pembentukan negara-negara bagian dan daerah-daerah otonom atau satuan kenegaraan yang diciptakan oleh Belanda bertujuan untuk memperkecil wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Negara-negara ciptaan Belanda itu disebut dengan negara boneka. Setiap negara bagian ciptaan Belanda dikepalai oleh orang Indonesia yang ditunjuk oleh Belanda.
Melalui negara-negara boneka yang dibentuknya, Belanda membentuk Pemerintahan Federal dengan Van Mook sebagai kepala pemerintahannya. Dalam Konferensi Federal di Bandung pada tanggal 27 Mei 1948 lahirlah Badan Permusyawaratan Federal (BFO). Di dalam BFO terhimpun negara-negara boneka ciptaan Belanda. Peta berikut ini memperhatikan negara-negara boneka yang dibentuk oleh Belanda.
Negara-negara boneka bentukan Belanda antara lain : Negara Indonesia Timur, Negara Sumatra Timur, Negara Sumatra Barat, Negara Jawa Timur, Negara Pasudan, Negara Madura. Daerah-daerah otonom yaitu : Kalimantan Barat, Dayak Besar, Bajar, Kalimantan Tenggara, Jawa Tengah, Bangka, Belitung, dan Riau.
Perjanjian Roem-Royen
Pernyataan pemerintahan Republik Indonesia dibacakan oleh Mr. Moh. Roem, yang berisi antara lain :
- Pemerintahan Republik Indonesia akan mengeluarkan perintah penghentian perang gerilya.
- Kerja sama dalam hal dalam pengembalian perdamaian dan menjaga keamana serta ketertiban.
- Turut serta dalam KMB yang bertujuan untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang lengkap dan tidak bersyarat kepada negara Republik Indonesia Serikat.
Kemudian Pernyataan delegasi Belanda dibacakan oleh Dr. H.J. Van Royen yang berisi antara lain :
- Pemerintahan Belanda stuju bahwa pemerintahan Republic Indonesia harus bebas Dan leluasa melakukan kewajiban dalam satu daerah karesidenan Yogyakarta.
- Pemerintahan Belanda membebaskan secara tak bersyaat pemimpin-pemimpin Rebublik Indonesia Dan tahanan politik yang di tawa sejak tanggal 19 Desember 1948.
- Pemerintahan Belanda setuju bahwa Republik Indonesia akan menjadi bagian dari Rebublik Indonesia Serikat.
- Konferensi Meja Bundar (KMB) akan diadakan secepat nya di Den Haag sesudah pemerintahan Republok Indonesia kembali ke Yogyakarta.
Dengan tercapainya kesepakatan dalam prinsip-prinsip perundingan Roem-Rogen, Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatera memerintahkan Sri Sultan Hamengku Budowo IX untuk mengambil alih pemerintahan Yogayakarta dari pihak Belanda. Pihan TNI masih menaruh kecurigaan terhadap hasil persetujuan Roem-Royen, tetapi Panglima Besar Jenderal Soedirman memperingatkan seluruh komando kesatuan agar tidak memikirkan masalah politik.
Pada tanggal 22 Juni 1949, diselenggarakan perundingan segitiga antara Republik Indonesia, BFO dan Belanda. Perundingan itu diawasi PBB yang dipimpin oleh Chritchley menghasilkan tiga keputusan yaitu :
- Pengembalian pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta yang akan dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 1949.
- Perintah penghentian perang gerilya.
- KMB akan dilaksanakan di Den Haag.
KMB (Konferensi Meja Bundar) dan Pengakuan Kedaulatan
Pada tanggal 23 Agustus 1949,KMB dimulai di De Haag, Belanda. Konferensi berlangsung sampai tanggal 2 Nopember 1949 dengan hasil yang dicapai sebagai berikut :
- Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai negara merdeka dan berdaulat.
- Status Karesidenan Irian Barat diselesaikan dalam waktu setahun sesudah pengakuan kedaulatan.
- Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda berdasarkan kerja sama sukarela dan sederajat.
- RIS mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hak konsesidan izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda.
- RIS harus membayar semua hutang Belanda yang ada sejak tahun 1942.
Kembali ke NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)
Pada tanggal 15 Agustus 1950, Presiden Soekarno menandatangani Rancangan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan UUDS 1950. Pada tanggal 17 Agustus 1950, dengan resmi RIS dibubarkan dan dibentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan UUDS 1950 sebagai konstitusinya. Namun demikian, sebagian besar rakyat Indonesia percaya bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat ini merupakan kelanjutan dari Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.