Manfaat i’tikaf untuk kesehatan jiwa

Metode iktikaf yang diajarkan dalam islam ternyata bekerja efektif untuk menyembuhkan gangguan kejiwaan. Hal ini dikarenakan iktikaf meliputi berbagai aktivitas dan perilaku, termasuk perenungan dan pemusatan pikiran.

Dan yang paling penting, iktikaf harus diawali oleh tindakan meninggalkan kesibukan dunia dan mengkhususkan waktu untuk beribadah dan berdikir kepada Allah, bermunajat kepada-Nya, melakukan evaluasi diri dengan menimbang segala kesalahan yang dilakukan sehingga ia memperbaikinya dan bertobat kepada Allah.

Semua itu sangat penting untuk menciptakan ketenangan dan kedamaian jiwa sehingg akita terbebas dari berbagai masalah kejiwaan. Sebagaimana kita ketahui, sebagian besar gangguan kejiwaan disebabkan oleh tekanan kejiwaan ketika manusia tak dapat menyikapi berbagai persoalan hidup dengan sikap yang baik dan matang.

Gangguan seperti depresi, melankoli, anxiety (kegelisahan) muncul ketika kita terlalu disibukkan oleh persoalan dunia sehingga semua energi dan pikiran dicurahkan untuk memenuhi kepentingan dunia. Iktikaf memberi kesempatan kepada kita untuk berpaling sejenak dari segla persoalan dan kesibukan dunia sehingga kita bisa menata pikiran dan perasaan agar tetap terkendali dan berfungsi secara wajar.

Sebenarnya kata iktikaf sejajar dengan pengertian beberapa istilah lain di dunia kedokteran, seperti meditasi, perenungan, introspekdi  dan pengamatan. Orang yang beriktikaf, selain memperbanyak dzikir kepada Allah, juga akan mengevaluasi segala kesalahan, kekurangan, dan cacat dirinya. Ia juga akan mempertimbangkan langkah-langkah yang harus diambil dan akibat yang mungkin akan menimpanya jika melakukan sesuatu tindakan.

Iktikaf merupakan pekerjaan hati yang tidak akan bisa dilakukan manusia kecuali dalam kesendirian dan kesunyian untuk merenungkan kekuasaan Allah dan mengakui kerendahan dirinya sebagai makhluk Allah. orang yang terbiasa beriktikaf dan merenung atau dalam istilah agama disebut muhasabah, niscaya akan memiliki akal yang lebih tajam, dan lebih terasah sehingga ia dapat menghadapai segala persoalan atau kesulitan hidup dengan sikap yang lebih tenang dan lebih bijak.

Dalam istilah tasawuf, seorang sufi yang mencapai kondisi meditatif atau khusyu’ seakan-akan ia tenggelam dalam objek perenungannya, bahkan ia lenyap dari dirinya sendiri. Mungkin sebab itulah ia disebut fana atau sirna. Ia seakan-akan menghilang dari realitas untuk menyatu dengan realitas yang lebih luhur dan mulia.

Kondisi seperti itulah yang dialami oleh para salaf saleh ketika mereka khusyu’ mendirikan shalat menghadap kepada Allah. mereka seakan-akan sirna dari dunia disekitarnya dan tak merasakan apapun yang terjadi. Sehingga ada hikayat yan menceritakan seorang sahabat yang meminta sahabat lainnya agar mencabut panah yang menancap pada tubuhnya ketika ia mengerjakan shalat. Bagi orang-orang yang telah mencapai tingkat ketenangan seperti itu sungguh tidak akan ada sesuatu pun yang dapat merisaukan atau membuat mereka gelisah.