Jelaskan Fungsi dan Struktur Kelenjar Timus Beserta Penyakitnya

Dikutip dari Wikipedia, Timus adalah sebuah kelenjar yang terletak di depan dada, yang mencapai berat maksimalnya saat manusia memasuki masa pubertas. Hingga saat ini, fungsi kelenjar diketahui hanya sebagai tempat produksi sel T yang dibutuhkan di dalam sistem imun adaptif. Sejak ditemukan oleh Galenus pada sekitar tahun 130-200, belum banyak yang dapat diteliti dari kelenjar ini, setelah hampir 2000 tahun perjalanan sejarah kedokteran. Diperkirakan timus merupakan proyeksi interaksi antara hormon, neuropeptida dan sistem kekebalan, yang dipelajari pada studi neuroimunoendokrinologi, yang memengaruhi aktivitas organ limfoid dan sel sepanjang lintasan endokrin, autokrin dan parakrin.

Kelenjar timus terletak di mediastinum anterior superior, namun kadang dapat menempati seluruh mediastinum. Kelenjar timus adalah organ yang berlobus, antar lobus dipisahkan oleh septum jaringan ikat. Timus umumnya terdiri dari 2 lobus yang asimetris meskipun kadang-kadang dijumpai adanya lobus yang lain. Timus merupakan salah satu organ limfoid. Timus terdiri dari korteks dan medula. Hiperplasia kelenjar timus merupakan kelainan yang paling sering dijumpai di antara kelainan kelenjar timus lain pada anak, seperti neoplasma, timoma, teratoma dan kista.

Ukuran dan berat kelenjar timus normal bervariasi menurut umur. Kelenjar timus sudah terbentuk sempurna saat lahir dengan berat 10 gram. Berat ini akan terus meningkat sampai umur 2 tahun kemudian perkembangannya menetap (plateau), hanya meningkat saat terjadi lonjakan pertumbuhan yaitu usia 7-12 tahun. Berat kelenjar timus dewasa mencapai 25 gram dan menempati area sekitar 25 cm3. Kelenjar timus berbentuk piramida pada usia muda dan dengan bertambahnya umur akan berbentuk huruf H. Kelenjar timus berwarna merah muda pada usia muda karena kaya akan pembuluh darah dan berubah merah muda kekuningan dengan bertambahnya umur berkaitan dengan timbunan lemak.

Hiperplasia timus dapat disebabkan baik karena thymic medullary hyperplasia atau follicular lymphoid hyperplasia. Penyebab hiperplasia timus belum diketahui dengan pasti, dibedakan menjadi idiopatik atau sekunder. Hiperplasia timus idiopatik (true thymic hyperplasia) merupakan kondisi yang jarang ditemukan, umumnya didapatkan pada usia muda dan tidak selalu berkaitan dengan penyakit imun. Hiperplasia timus sekunder dilaporkan sebagai efek rebound setelah terapi kanker, terapi steroid atau didapatkan pada fase pemulihan setelah menderita luka bakar (thermal burns) dan beberapa kelainan endokrin (Grave’s disease, Beckwith Wiedeman Syndrome dsb).

Gambaran timus normal pada pemeriksaan radiologis sangat bervariasi dan harus dibedakan variasi normal atau kelainan patologis. Pada foto rontgen dada kelenjar timus akan tampak prominen pada bayi baru lahir dan tetap tampak sampai usia 2-3 tahun. Sekitar 2% masih dapat terlihat sampai usia 4 tahun. Pembesaran kelenjar ke arah servikal sering didapatkan. Gambaran radiologis hiperplasia timus akan lebih jelas melalui pemeriksaan CT scan atau MRI.

Manifestasi klinis hiperplasia timus tergantung pada ukuran dan letak timus, bervariasi dari asimptomatis sampai gejala akibat penekanan struktur di sekitarnya. Apabila ukuran timus besar dan terletak pada daerah superior thoracic inlet, dapat menekan trakea sehingga menyebabkan stidor. Umumnya dengan perubahan posisi yaitu posisi prone, suara stridor dapat berkurang dan bahkan dapat menghilang.

Tatalaksana hiperplasia timus tergantung pada besarnya timus. Apabila pembesaran kelenjar timus tidak menyebabkan gangguan obstruksi maka diobservasi saja karena akan berkurang sesuai perkembangan umur. Namun bila menimbulkan gejala seperti stridor maka dapat diberikan kortikosteroid selama 5-7 hari. Dengan pemberian kortikosteroid, kelenjar timus akan mengecil. Namun setelah kortikosteroid dihentikan, kelenjar timus dapat membesar kembali tetapi ukurannya lebih kecil. Tindakan eksisi timus dapat dilakukan bila sumbatan jalan napas cukup mengganggu dan gagal dengan pemberian kortikosteroid.

Prognosis hiperplasia timus umumnya baik. Apabila tidak memberikan respons terhadap pemberian kortikosteroid perlu dipikirkan kemungkinan neoplasma timus. Neoplasma kelenjar timus yang paling sering dijumpai adalah timoma. Timoma adalah tumor berkapsul yang berbeda dengan hiperplasia yang menyebabkan perubahan bentuk dari timus.

Struktur Kelenjar Timus

Kelenjar timus merupakan organ lembut yang terletak di atas jantung tepat setelah leher pada rongga dada bagian atas. Kelenjar timus dibagi menjadi dua lobus yang dikelilingi oleh kapsul fibrosa. Ketika manusia dilahirkan kelenjar ini memiliki panjang sekitar 5 mm, lebar 4 mm, dan tebal 6 mm. Masing masing lobul disusun oleh lobulus-lobulus yang dipisahkan oleh jaringan areolar. Kelenjar timus terdiri dari 2 bagian utama, yaitu :

Korteks

Korteks Kelenjar timus merupakan bagian luar yang disusun oleh limfosit dan sel epitel retikular yang akan berhubungan dengan bagian medulla. Korteks merupakan tempat awal terbentuknya Sel T.

Medulla

Pada bagian medulla sel epitel retikularnya lebih kasar, sedangkan sel limfositnya lebih sedikit. Pada bagian medulla juga ditemukan Hassall’s corpus, yaitu struktur seperti sarang yang merupakan tempat berkumpulnya sel epitel retikular. Medulla merupakan tempat pembentukan sel T lanjutan.