Bagaimana perubahan metabolisme tubuh ketika sakit

Suatu reaksi metabolik terjadi sewaktu sakit, luka dan operasi besar, yang ditandai dengan bertambah pemecahan protein dan pengecilan otot. Dalam penyakit akut yang pendek, perubahan ini terjadi sedemikian cepat sehingga terjadi kerusakan yang cukup berarti yang dapat menghambat penyembuhan.

Dalam penyakit khronik proses ini lebih bertahap. Pengobatan sangat diperlukan. Dan bila perlu memberi makanan melalui pipa, baik sebagai penunjang maupun untuk memberi makan yang seimbang dengan keadaan pasien, yang akan melawan semua perubahan metabolik ini.

Gangguan metabolisme, betapapun kecilnya, selalu terjadi setiap sesuda sakit, trauma dan pembedahan. Misalnya seorang atlet muda sesudah menissektomi (pembedahan meniskus lutut), akan merasa tidak enak badan, pening, lesu, pengeluaran kencing kurang dan cenderung obstipasi.

Seorang wanita yang baru mengalami histeroktomi akan merasa tidak enak bdan selama 3 sampai 4 hari, dan menggambarkan keadaannya seperti seorang yang habis mengalami kecelakaan lalu lintas. Ada persamaan yang jelas diantara keduanya, perbedaannya ialah bahwa pembedahan diberikan anestesi umum dan pasien tidak merasa sakit. Tetapi jaringannya telah terluka juga.

Perlu dipahami saat seseorang menderita sakit, ada serangkaian reaksi yang terjadi di dalam tubuh kita yang tidak kita sadari. Ambillah contoh kasus penyebab sakit yang paling sering ialah karena infeksi bakteri atau virus.

Dengan masuknya bakteri dan virus, maka aktiflah sistem imunitas yang merupakan “tentara” pertahanan tubuh manusia. Terjadilah “peperangan” di dalam tubuh antara sel darah putih dan segenap “pasukan”nya melawan kuman. Proses perlawanan ini, kemudian menimbulkan reaksi radang karena dilepaskannya sejumlah zat-zat dari kuman yang kemudian harus segera dinetralisir oleh zat-zat dari sistem imunitas manusia.

Reaksi radang yang timbul tentu dapat bermanifestasi secara beragam. Salah satunya menimbulkan rasa pegal dan lemas di seluruh tubuh dan penurunan napsu makan. Selain itu reaksi radang mengkonsumsi kalori dalam cukup banyak, meskipun seseorang tidak beraktivitas. Dapat dibayangkan dengan menurunnya asupan kalori karena penurunan napsu makan, ditambah dengan tingginya penggunaan kalori untuk penyembuhan, maka seringkali cadangan energi berupa lemak dan protein dalam tubuh seseorang dipakai untuk membantu memenuhi kebutuhan tubuh dalam “membangun” kembali bagian yang rusak selama proses sakit.

Hal ini mengakibatkan seseorang yang sakit, cenderung mengalami penurunan berat badan, bahkan ketika aktivitasnya dibatasi. Terlebih untuk orang-orang yang karena penyakitnya mengharuskannya untuk berhenti beraktivitas selama jangka waktu yang lama, maka ototnya akan mengalami disuse atrophy atau penyusutan massa otot karena otot yang tidak pernah digunakan. Ini menjawab mengapa sebagian besar orang yang sakit keras seperti kanker, stroke tampak lebih kurus dari sebelumnya.