Struktur tubuh dan reproduksi platyhelminthes (cacing pipih)

Cacing itu banyak jenisnya, dan untuk mengetahuinya kita harus mempelajarinya.a salah satu jenis cacing yang ada ialah cacing pipih atau platyhelminthes. Oleh karena itu saya akan mencoba menjelaskan mengenai platyhelminthes (cacing pipih). Okay, selamat menyimak ya.

Platyhelminthes adalah filum dalam Kerajaan Animalia (hewan). Filum ini mencakup semua cacing pipih kecuali Nemertea, yang dulu merupakan salah satu kelas pada Platyhelminthes, yang telah dipisahkan.

Ciri-ciri platyhelminthes

Tubuh pipih dosoventral dan tidak bersegmen. Umumnya, golongan cacing pipih hidup di sungai, danau, laut, atau sebagai parasit di dalam tubuh organisme lain. Cacing golongan ini sangat sensitif terhadap cahaya.[3] Beberapa contoh Platyhelminthes adalah Planaria yang sering ditemukan di balik batuan (panjang 2–3 cm), Bipalium yang hidup di balik lumut lembap (panjang mencapai 60 cm), Clonorchis sinensis, cacing hati, dan cacing pita.

Struktur tubuh platyhelminthes

Sistem pencernaan platyhelminthes

Sistem pencernaan cacing pipih disebut sistem gastrovaskuler, dimana peredaran makanan tidak melalui darah tetapi oleh usus.[4] Sistem pencernaan cacing pipih dimulai dari mulut, faring, dan dilanjutkan ke kerongkongan. Di belakang kerongkongan ini terdapat usus yang memiliki cabang ke seluruh tubuh. Dengan demikian, selain mencerna makanan, usus juga mengedarkan makanan ke seluruh tubuh.

Selain itu, cacing pipih juga melakukan pembuangan sisa makanan melalui mulut karena tidak memiliki anus. Cacing pipih tidak memiliki sistem transpor karena makanannya diedarkan melalui sistem gastrovaskuler. Sementara itu, gas O2 dan CO2 dikeluarkan dari tubuhnya melalui proses difusi.

Indera platyhelminthes

Dari beberapa jenis Platyhelmintes ( cacing pipih ) memiliki sistem penginderaan berupa oseli yaitu bintik mata yang mengandung pigmen peka terhadap cahaya. Bintik mata tersebut biasanya berjumlah sepasang dan terdapat dibagian anterior ( kepala ). Seluruh cacing pipih ini memiliki indra meraba dan sel kemoresptor diseluruh tubuhnya.

Beberapa spesies juga mempunyai indra tambahan berupa aurikula ( telinga ), statosista ( pengatur keseimbangan ) dan reoreseptor ( organ untuk mengetahui arah aliran sungai ). Pada umumnya Platyhelmintes ( cacing pipih ) memiliki sistem osmoregulasi yang disebut dengan protonefridia. Sistem ini terdiri dari saluran pengeluaran cairan yang dimilikinya disebut protonefridiofor yang berjumlah sepasang atau lebih. Sedangkan sisa metabolism tubuhnya dikeluarkan secara difusi melalui dinding sel.

Sistem Syaraf platyhelminthes

Dalam sistem syaraf terdapat beberapa macam sistem saraf pada Platyhelmintes ( cacing pipih ) antara lain sebagai berikut :

  • Sistem syaraf tangga tali ialah sistem syaraf yang paling sederhana. Pada sistem tersebut pusat susunan syaraf disebut dengan ganglion otak terdapat pada bagian kepala dan jumlah sepasang, dari kedua ganglion otak tersebut keluar tali syaraf sisi yang memanjang di bagian kiri dan kanan tubuh yang dihubungkan dengan serabut syaraf melintang.
  • Pada cacing pipih lebih tinggi tingkatannya sistem saraf dapat tersusun dari sel saraf ( neuron ) yang dibedakan menjadi sel saraf sensori ( sel pembawa sinyal dari indera ke otak ), sel saraf motor ( sel pembawa dari otak ke efektor dan sel asosiasi ( perantara ).

Reproduksi platyhelminthes

Walaupun cacing pipih merupakan hewan hemafrodit, beberapa cacing pipih tidak bisa melakukan perkawinan secara individu. Reproduksi dilakukan secara aseksual dan seksual. Reproduksi seksual akan menghasilkan gamet. Fertilisasi ovum terjadi di dalam tubuh. Fertilisasi bisa dilakukan sendiri atau dengan pasangan lain. Sedangkan reproduksi aseksual dilakukan dengan membelah diri (fragmentasi).

Penyakit yang ditimbulkan oleh platyhelminthes

Beberapa spesies Platyhelminthes dapat menimbulkan penyakit pada manusia dan hewan. Salah satu diantaranya adalah genus Schistosoma yang dapat menyebabkan skistosomiasis, penyakit parasit yang ditularkan melalui siput air tawar pada manusia. Apabila cacing tersebut berkembang di tubuh manusia, dapat terjadi kerusakan jaringan dan organ seperti kandung kemih, ureter, hati, limpa, dan ginjal manusia. Kerusakan tersebut disebabkan perkembanganbiakan cacing Schistosoma di dalam tubuh hingga menyebabkan reaksi imunitas. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit endemik di Indonesia.

Contoh lainnya adalah Clonorchis sinensis yang menyebabkan infeksi cacing hati pada manusia dan hewan mamalia lainnya. Spesies ini dapat menghisap darah manusia. Pada hewan, infeksi cacing pipih juga dapat ditemukan, misalnya Scutariella didactyla yang menyerang udang jenis Trogocaris dengan cara menghisap cairan tubuh udang tersebut.