Al Mawardi Al Khatib of Baghdad (Intelektual Muslim dari Baghdad)

Al Mawardi merupakan salah seorang intelektual pada zaman kekhalifahan Abbasiyah. Ia terkenal sebagai pemikir politik islam pertama dan termasuk dalam barisan pemikir-pemikir politik yang terbesar dari abad pertengahan.

Pada awalnya, Al Mawardi adalah seorang qadhi (hakim), kedudukannya kemudian meningkat menjadi duta keliling khalifah. Ia berhasil membereskan banyaknya kekacauan politik yang rumit bagi negaranya.

Abu Ali Hasan bin Da’ud menceritakan bahwa penduduk Basrah selalu membanggakan tiga orang ilmuwan negara mereka dan karya-karyanya, yaitu Khalid bin Ahmad dengan karyanya Al Amin, Sibawaih dengan karyanya An Nahw, dan Al Jahiz dengan karyanya Al Bayan wat Tabiyan. Kepada 3 nama ini masih bisa ditambahkan nama keempat, yaitu Al Mawardi, seorang penasihat hukum terpelajar dan ahli ekonomi politik dari Basrah, dengan bukunya Al Ahkam us Sulthaniyah. Karya ini merupakan literatur politik keagamaan islam.

Ali bin Muhammad bin Habib atau Abul Hasan al Mawardi lahir di Basrah pada 364 H/1058 M dalam satu keluarga Arab yang membuat dan memperdagangkan air mawar, yang karenanya ia mendapat julukan Al Mawardi. Dia menerima pendidikan yang pertama di Basrah, yakni belajar ilmu hukum dari Abul Qasim Abdul Wahid as Saimari, seorang ahli hukum mazhab Syafi’i. Kemudian dia pindah ke Baghdad untuk melanjutkan pelajaran hukum, tata bahasa, dan kesusasteraan dari Abdullah al Bafi dan Syeikh Abdul Hamid al Isfraini.

Dalam waktu singkat, Al Mawardi menguasai dengan baik pelajaran-pelajaran islam, termasuk hadits dan fiqih, politik, etika dan sastra.

Setelah menjabat qadhi di berbagai tempat, beliau kemudian diangkat sebagai qadhi al quzat (hakim tertinggi) di Ustuwa, sebuah distrik di Nishabur, Khurasan. Pada 429 H, dia dinaikkan ke jabatan kehakiman yang paling tinggi, Aqb al Quzat (qadhi agung) di Baghdad. Jabatan tersebut dia pegang sampai wafat.

Al Mawardi terkenal sebagai ahli politik praktis yang ulung serta penulis kreatif tentang berbagai persoalan, seperti agama, etika, sastra, dan politik. Khalifah Abbasiyah al Qadir Bailah memberinya kehormatan yang tinggi, sementara Qa’imam bin Amrillah mengangkatnya menjadi duta keliling dan mengutusnya dalam berbagai misi diplomatik ke negara-negara tetangga.

Updated: 06/03/2024 — 03:02