Ibnu Bathuthah Penjelajah Muslim Terhebat

Nama lengkapnya ialah Ibnu Bathuthah ialah Abu Abdullah Muhammad Ibnu Bathuttah. Ia lahir pada tahun 1304 di Tengier, sebuah kota kecil di dekat selat Gibrater Maroko. Ibnu Bathuthah dibesarkan dalam keluarga yang taat menjaga tradisi islam. sejak kecil, ia sudah menunjukkan ketertarikannya pada dunia pelayaran dan segala hal yang berhubungan dengan petualangan. Namun, ketika usianya menginjak dewasa, Ibnu Bathuthah tidak pernah mendapat kesempatan menguasai ilmu yang dapat mendukungnya untuk melakukan sebuah penjelajahan, seperti ilmu astronomi, kelautan, dan sejenisnya.

Alasan yang mendorong Ibnu Bathuthah untuk menjadi penjelajah ialah karena dia ingin memahami dan menikmati luasnya dunia ciptaan Allah. hati Ibnu Bathuthah pun bergerak untuk memulai sebuah penjelajahan terbesar pada masaa itu.

Ibnu Bathuthah menempuh jarak jauh lebih panjang daripada jarak yang pernah ditempun Marco Polo dan penjelajah lain yang hidup sebelum masa munculnya teknologi mesin uap. Atas usahanya ini, seorang ahli sejarah yang bernama Brockellman mensejajarkan nama Ibnu Battuta dengan Marco Polo, Hsien Tsieng, Drake dan Magellan.

Ibnu Bathuthah memulai perjalanannya pada umur 21 tahun dengan tujuan untuk menunaikan ibadah haji. bersama jemaah Tangiers, ia menempuh keringnya hawa laut Mediterania dan teriknya daratan berpasir Afrika Utara dengan berjalan kaki. Melalui jalan darat, Ibnu Bathutha menyusui pantai Afrika Utara, melewati Aljazair, Tunisia, Tripoli, Alexandria, Kairo dan Jerusalem. Ia juga menyempatkan diri singgah di Damaskus dan Madinah.

Di sepanjang perjalanan, Ibnu Bathuthah meluangkan waktu untuk melihat salah satu keajaiban dunia yang terdapat di Alexandria, yaitu pencakar langit setinggi 104 meter yang disebut Pharos Lighthouse. Kini, pencakar langit itu sudah hancur karena gempa. Selain itu, dia juga singgah di Pyramids of Giza.

Pada tahun 1346, Ibnu Bathutha memulai perjalanan pulang dari Beijing. Untuk tiba di kota kelahirannya, Tenggier Maroko, ia harus menempuh 4 tahun perjalanan darat dan laut. Saat itu Ibnu Bathuthah berusia 44 tahun. Tanpa terasa, ia telah berkelana selama hampir 24 tahun. Ibnu Batutta ternyata tidak lama tinggal di Maroko. Ia kembali melanjutkan perjalanannya menyeberangi laut tengah, melewati Spanyol, menerobos gurun Sahara, hingga tiba di Mali, Afrika Barat.

Tiga tahun kemudian, ia melakukan perjalanan terakhirnya. Ia memutuskan meninggalkan Spanyol dan menuju Timbuktu. Timbuktu ialah sebuah kota legenda bagi bangsa Eropa, karena tak ada satupun orang Eropa pernah menginjakkan kaki di sana.

Pada tahun 1354, ia kembali ke tanah kelahirannya dan menetap di kota Fez. Di kota tersebut, ia berteman baik dengan Sultan, yang sangat kagum pada kisah perjalanannya dan meminta Ibnu Bathuthah agar mau menuliskan kisahnya tersebut. ibnu Bathuthah menyanggupi permintaan Sultan, hingga jadilah sebuah buku yang dikenal berjudul Rihla atau My Travel.

Updated: 04/03/2024 — 11:03